Segera Bangkit |
Poin lain dari sepuluh hikmah kesederhanaan Mekkah adalah tidak ada
pemerintahan terpusat, ini yang ketiga. Yang ada hanyalah sebuah
majelis yang terdiri dari 10 dewan yang mewakili 10 suku Arab seperti
demokrasi. Dan masih ada beberapa sistem sosial politik buatan mereka
sendiri yang pada dasarnya mempunyai sisi kebaikan. Misalnya sistem
Jiwâr, saat seseorang menjamin keselamatan yang lain. Sehingga jika
yang terjamin itu diganggu maka ia akan menghadapinya.
Rasulullah memanfaatkan sistem ini untuk kepentingan dakwah Islam, sehingga beliau mengambil Mut’im bin Adiy yang kafir untuk menjamin keselamatannya. Namun partisipasi Rasulullah ini bukan tanpa batas. Selama semua sistem buatan manusia itu tidak merangsek pagar halaman Islam, Rasulullah memanfaatkannya.
Rasulullah memanfaatkan sistem ini untuk kepentingan dakwah Islam, sehingga beliau mengambil Mut’im bin Adiy yang kafir untuk menjamin keselamatannya. Namun partisipasi Rasulullah ini bukan tanpa batas. Selama semua sistem buatan manusia itu tidak merangsek pagar halaman Islam, Rasulullah memanfaatkannya.
Keempat, orisinalitas bahasa Arab. Mengapa
bahasa Arab yang dipilih Allah? padahal saat itu ia adalah bahasa yang
paling sedikit digunakan dibanding bahasa-bahasa besar dunia, seperti
latin, atau Persia, atau Cina, atau India. Karena Allah-lah yang Maha
Tahu bahwa d sana ada landasan kokoh untuk menampung bangunan keilmuan
masa depan, bahkan akan dipakai hingga hari kiamat dan di akhirat nanti.
Bahasa
Arab mempunyai daya kalimat yang sangat tinggi, sehingga ia terungkap
dalam beberapa kata namun berarti beberapa jilid buku. Ia memiliki
probabilitas penggunaan kalimat sangat luas. Misal, ada 500 kata untuk
menamai ‘singa’, 1000 kata untuk ‘pedang’, atau 4000 kata untuk
‘cerdas’. Dengan kekokohan bahasa ini, Qur’an menjelaskan seluruh
persoalan hidup manusia dengan kosa kata yang tepat, sangat singkat,
tapi akan pernah habis tinta samudera menulis makna-maknanya.
Dan
penduduk Mekkah-lah pengguna terkuat bahasa Arab saat itu. Sehingga
orang-orang kafir Quraisy sangat hati-hati untuk tidak mendengar
Qur’an. Karena mereka faham mukjizatnya, mereka tidak akan mampu
menahan hatinya agar tidak melayang saat mendengarnya. Karena bahasa
Arab, mereka paham, bahkan mereka yakin bahwa Qur’an itu bukan karya
manusia. Seribu penyair mereka pun tidak mampu menjawab tantangan
Qur’an untuk membuat semisalnya.
Kelima, dakwah kepada yang
terdekat. Persaudaraan Islam adalah persaudaraan keyakinan, bukan ras
dan daerah. Penduduk bumi telah lupa bahwa hidup punya pencipta.
Semuanya lupa dan melupakan, kecuali penduduk Mekkah. Mereka sadar itu,
karena ”jika engkau bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan
mereka? Niscaya mereka menjawab, Allah, jadi bagaimana mereka dapat
dipalingkan” [az-Zukhr: 87].
Jika aqidah itu terbagi menjadi
tiga, yaitu yakin dengan pencipta [tauhid rububiyah], hanya menyembah
pencipta yang satu [tauhid Uluhiyah] dan yakin dengan kesempurnaan
sifat pencipta [tauhid asma wa shifat], maka masyarakat Mekkah masih
mempunyai yang pertama. Itulah sebabnya mereka lebih diprioritaskan
untuk didakwahi, karena hati mereka lebih mungkin menerima kebenaran
Islam dibanding masyarakat ateis.
Yang menjadi masalah adalah
pemahamannya. Saat mereka tidak beribadah kepada Allah, tapi kepada
berhala, kepada materi, kepada dunia, sembari berkata, “kami tidak
menyembah mereka melainkan agar mereka mendekatkan kami kepada Allah
dengan sedekat-dekatnya” [az-Zumar: 3].
Keenam hingga kesepuluh:
adalah karakter bawaan mereka. Karakter paling dasar penduduk Mekkah
adalah jujur, dermawan, pemberani, harga diri, dan sabar.
Karakter-karakter itu adalah hasil didikan lingkungan dan tradisi
mereka. Sehingga saat Abu Sufyan yang masih kafir ditanya Heraklius
tentang pribadi Muhammad, harga dirinya melarangnya berbohong. Ia malah
menjadi juru bicara penyampai risalah Islam, hingga ia berkata, “demi
Allah, kalau saja aku berbohong, orang-orang tidak akan lagi
menganggapku”.
Penduduk Mekkah tidak pernah menghitung untung
rugi demi menjamu tamu, atau mendukung pemikiran yang mereka yakini
dengan mengorbankan seluruh emas, rumah, bahkan recehan terkecil.
Lelaki mereka tidak sudi mati di atas permadani, dan berbangga jika
bersakit luka dalam perang. Bahkan hingga kematian menjemput, mereka
tetap bersyair atas kebanggaan akan mati di sana. Mereka tidak menerima
hidup dalam kehinaan. Jika harga diri salah seorang dari suku mereka
terkoyak, puluhan tahun peperangan pun siap dikobarkan demi membelanya.
Dan mereka adalah manusia-manusia yang paling tahan terhadap ujian
hidup. Mereka sabar saat fakir, lapar, sakit dan penantian. Alam mereka
menuntut mereka untuk tumbuh seperti itu. Walau terkadang
karakter-karakter bawaan itu terjun ke jurang kehancuran. Saat dermawan
menjadi boros, berani menjadi beringas dan ceroboh, harga diri menjadi
sombong, dan sabar menjadi lamban.
Tapi saat Islam mewarnai jiwa
mereka, terciptalah kesempurnaan antara ambivalensi sifat itu dengan
arahan-arahan yang moderat. Sehingga muncullah pahlawan-pahlawan
seperti dalam mitos. Abu Bakar dan Utsman yang berkali-kali kaya dari
bisnisnya lalu berkali-kali memulai lagi dari nol setelah mereka
berinfak. Atau Khalid yang lantang menantang Kisra Persia, “anda sedang
menghadapi pasukan yang sangat mencintai kematian seperti anda
mencintai hidup”, tapi ia tetap rasional dalam berstrategi seperti
dalam perang Mu’tah. Atau seperti harga diri Rasul dan sahabat di
Madinah yang menggelar Fathu Makkah, karena kafir Quraisy menodai
perjanjian Hudaibiyah. Dan kesabaran mereka teruji sejak masa
penindasan pembesar Quraisy hingga perang Ahzab.
Semua karakter
alami Mekkah ini mengajarkan kaidah-kaidah membangun umat Islam saat
ini dan masa depan. Bahwa umat harus menjaga orisinalitas sumber
agamanya [Qur’an dan Sunnah] dari tuduhan dan penodaan; bahwa Allah-lah
yang mutlak memberikan kemenangan-kemenangan gemilang Islam walau umat
dalam jumlah yang sedikit; bahwa umat Islam boleh memanfaatkan
sistem-sistem sosial-politik buatan manusia yang ada selama tidak
menyentuh batas aqidah dan syariah; bahwa generasi pemegang kendali
kepemimpinan masa depan adalah generasi yang menguasai bahasa Arab
sehingga mereka memahami inti Islam dan menancapkan pemahaman itu
hingga ke setiap pori-pori jasadnya untuk bergerak; bahwa dakwah
dimulai dari yang terdekat dengan fikrah Islam; bahwa generasi baru
Islam tidak akan bangkit kecuali kejujuran, keberanian, pengorbanan,
harga diri, dan kesabaran tertancap kuat dan menjadi karakter dasar
hidup mereka. Inilah sepuluh hikmah kesederhanaan Mekkah yang menjadi
kekuatan Islam.
0 comments:
Posting Komentar