Jumat, 30 Desember 2011

Mawaddah “Unlimit Love”

[segerabangkit.co.cc]
Kecintaan seorang ibu kepada anaknya apakah al hubb atau mawaddah?

Kecintaan seorang suami kepada istrinya yang tetap setia bertahun-tahun hidup bersama, tanpa melihat fisik apakah al hubb atau mawaddah?

Kecintaan Rasulullah saw ketika mendakwahi umatnya yang susah diajak berpikir apakah al hubb atau mawaddah? Awalnya, saya fikir maknanya sama saja yaitu cinta, diantara dua kata yang berasal dari bahasa ‘arab tadi.

Minggu, 25 Desember 2011

Islam: Spirit Perlawanan Terhadap Belanda

[segerabangkit]
Jika kita menelusuri buku-buku sejarah Belanda dan Indonesia maka akan kita temukan bahwa perlawanan terhadap kolonialisme Belanda disebabkan oleh penindasan dan eksploitasi yang dilakukan oleh Belanda. Kita pun akan menemui bahwa perlawanan tersebut karena keinginan Indonesia untuk meraih kemerdekaan. Perlawanan rakyat Indonesia tidak ada hubungannya dengan Islam atau Kekhalifahan Islam.
Untungnya, bagi mereka yang mencari kebenaran, Perpustakaan Kerajaan Belanda baru-baru ini menyediakan di internet isi koran-koran Belanda pada periode 1618 - 1995. Ulasan pada koran-koran terbitan lama itu dapat memberikan informasi tentang peristiwa-peristiwa bersejarah seperti yang ditulis saat peristiwa-peristiwa itu terjadi. Dengan menggunakan informasi yang tertulis dalam koran-koran tersebut, periode kolonialisme Belanda di Indonesia dapat dicek ulang secara independen. Dengan informasi tersebut itu pula, ‘sudut pandang’ dalam buku-buku sejarah yang beredar saat ini dapat diverifikasi ulang.

Hubungan Perlawanan di Indonesia dengan Khilafah

[segerabangkit]
Sudah menjadi rahasia umum di kalangan orang/pejabat Belanda bahwa banyak sultan-sultan di Indonesia memberikan baiatnya (sumpah kesetiaan dan kepatuhan) kepada Khalifah di Istanbul. Dengan itu secara efektif kaum Muslim di wilayah Sultan itu menjadi warga negara Khilafah [Negara Islam].
Kaum Muslim di Aceh adalah yang paling menyadari akan status mereka. Koran Sumatera Post menulis tentang ini pada tahun 1922: “Sesungguhnya kaum Muslim Aceh mengakui Khalifah di Istanbul.”

Penjajah Belanda: Hentikan Khilafah!

[segerabangkit]
Koran-koran Belanda periode 1850-1930 memperjelas rencana pemerintah Belanda tentang apa yang akan dilakukan dalam rangka menangani pemberontakan dan membawa Indonesia kembali di bawah kendali. Sebagai contoh, Belanda membuat rencana aturan dan undang-undang untuk melarang orang-orang Indonesia pergi Haji. Koran Het Nieuws van den Dag menulis pada tahun 1884, “Pada masa lalu, kami memiliki peraturan yang dibuat untuk membatasi perjalanan haji ke Makkah sebisa mungkin.”

Lingkungan Kita adalah Pikiran Kita

[segerabangkit]
Suatu ketika seorang pria menelepon Norman Vincent Peale. Ia tampak sedih.Tidak ada lagi yang dimilikinya dalam hidup ini. Norman mengundang pria itu untuk datang ke kantornya.

“Semuanya telah hilang. Tak ada harapan lagi,” kata pria itu.
“Aku sekarang hidup dalam kegelapan yang amat dalam. Aku telah kehilangan hidup ini”.
Norman Vincent Peale, penulis buku “The Power of Positive Thinking”, tersenyum penuh simpati.

[Kisah Inspiratif] Elang dan Kalkun

[segerabangkit]
Konon di satu saat yang telah lama berlalu, Elang dan Kalkun adalah burung yang menjadi teman yang baik. Dimanapun mereka berada, kedua teman selalu pergi bersama-sama. Tidak aneh bagi manusia untuk melihat Elang dan Kalkun terbang bersebelahan melintasi udara bebas.

Satu hari ketika mereka terbang, Kalkun berbicara pada Elang, “Mari kita turun dan mendapatkan sesuatu untuk dimakan. Perut saya sudah keroncongan nih!”. Elang membalas, “Kedengarannya ide yang bagus”.

Sabtu, 24 Desember 2011

[Kisah Inspiratif] Jadilah Pelita

[segerabangkit]
Pada suatu malam, seorang buta berpamitan pulang dari rumah sahabatnya. Sang sahabat membekalinya dengan sebuah lentera pelita.

Orang buta itu terbahak berkata: “Buat apa saya bawa pelita? Kan sama saja buat saya! Saya bisa pulang kok.”

Dengan lembut sahabatnya menjawab, “Ini agar orang lain bisa melihat kamu, biar mereka tidak menabrakmu.”

Akhirnya orang buta itu setuju untuk membawa pelita tersebut. Tak berapa lama, dalam perjalanan, seorang pejalan menabrak si buta.

Dalam kagetnya, ia mengomel, “Hei, kamu kan punya mata! Beri jalan buat orang buta dong!”

Jumat, 23 Desember 2011

Surah Al Anfaal 25 dan Hadits Safinah tentang BICS

[segerabangkit]
Syahdan, tersebutlah sebuah kisah nyata yang terjadi pada sebuah proyek pembangunan sebuah pabrik yang berlokasi di Arasoe tidak jauh dari sebelah selatan Watampone ibu kota kabupaten dengan nama yang sama. Pada waktu terjadinya kisah ini jalan raya belum mulus beraspal, melainkan masih berlubang-lubang. Dan bila musin hujan, kerbau mempunyai fasilitas untuk berkubang di dalamnya. Sudah hal yang lumrah, oto yang bermuatan lebih akan mengalami patah pegas.

Minggu, 18 Desember 2011

Negara Terkaya di Dunia

Penulis: Suranegara (penulis masih misteri)
Banyak sebenarnya yang tidak tahu dimanakah negara terkaya di planet bumi ini, ada yang mengatakan  Amerika, ada juga yang mengatakan negera-negara di timur tengah. tidak salah sebenarnya, contohnya Amerika. negara super power itu memiliki tingkat kemajuan teknologi yang hanya bisa disaingi segelintir negara, contoh lain lagi adalah negara-negara di timur Tengah.

Rata-rata negara yang tertutup gurun pasir dan cuaca yang menyengat itu mengandung jutaan barrel minyak yang siap untuk diolah. tapi itu semua belum cukup untuk menyamai negara yang satu ini. bahkan Amerika, Negara-negara timur tengah serta Uni Eropa-pun tak mampu menyamainya. dan inilah negara terkaya di planet bumi yang luput dari perhatian warga bumi lainya. warga negara ini pastilah bangga jika mereka tahu. tapi sayangnya mereka tidak sadar "berdiri di atas berlian" langsung saja kita lihat profil negaranya.


Penjelasan Bentuk Semesta Seperti Terompet, yang Akan Ditiup Sebagai Sangkakala Saat Kiamat

[segerabangkit]

"Sebelum kiamat datang, apa yang sekarang di lakukan oleh malaikat Isrofil?"
Jawabnya, "Sedang membersihkan terompetnya" Mungkin yang ada di benak kita malaikat Isrofil itu seperti sesosok seniman yang asyik mengelap terompet kecilnya sebelum tampil diatas panggung.

Sebenarnya seperti apa sih terompetnya atau yang biasa juga dikenal dengan sangkakala– malaikat Isrofil itu? Sekitar enam tahun silam sekelompok ilmuwan yang dipimpin oleh Prof. Frank Steiner dari Universitas Ulm, Jerman melakukan observasi terhadap alam semesta untuk menemukan bentuk sebenarnya dari alam semesta raya ini sebab prediksi yang umum selama ini mengatakan bahwa alam semesta berbentuk bulat bundar atau prediksi lain menyebutkan bentuknya datar saja.

Cara mengatasi Message Error 0×81000203 Pada System Restore Windows 7

[segerabangkit]
Sesuai judul di atas pada artikel kali ini yaitu bagaimana menghilangkan message error 0×81000203 pada saat ingin menggunakan fitur system restore di OS Windows 7. Karena memang sistem restore di Windows 7 tentu sistem kerja yang ada didalamnya berbeda, sehingga kemungkinan error juga masih tetap ada. Oke, tidak usah berpanjang lebar lagi, jika pada saat anda ingin menggunakan sistem restore point pada Windows 7 kemudian muncul pesan Error 0×81000203, maka silahkan dicoba tutorial berikut, siapa tau bisa memperbaiki error tersebut.

Jumat, 16 Desember 2011

Masuknya Islam Melalui Khilafah

[Segera Bangkit]
Islam masuk ke Indonesia pada abad 7M (abad 1H), jauh sebelum penjajah datang. Islam terus berkembang dan mempengaruhi situasi politik ketika itu. Berdirilah kesultanan-kesultanan Islam seperti di Sumatera setidaknya diwakili oleh institusi kesultanan Peureulak (didirikan pada 1 Muharram 225H atau 12 November tahun 839M), Samudera Pasai, Aceh Darussalam, Palembang; Ternate, Tidore dan Bacan di Maluku (Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440); Kesultanan Sambas, Pontianak, Banjar, Pasir, Bulungan, Tanjungpura, Mempawah, Sintang dan Kutai di Kalimantan. Adapun kesultanan di Jawa antara lain: kesultanan Demak, Pajang, Cirebon dan Banten. Di Sulawesi, Islam diterapkan dalam institusi kerajaan Gowa dan Tallo, Bone, Wajo, Soppeng dan Luwu. Sementara di Nusa Tenggara penerapan Islam di sana dilaksanakan dalam institusi kesultanan Bima. Setelah Islam berkembang dan menjelma menjadi sebuah institusi maka hukum-hukum Islam diterapkan secara menyeluruh dan sistemik dalam kesultanan-kesultanan tersebut.

Sabtu, 10 Desember 2011

Ringkasan Tata Cara Shalat Khusuf (Gerhana Bulan)

[Segera Bangkit]
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.

Pada malam ini, Ahad 15 Muharram 1433 H, Insya Allah akan terjadi gerhana bulan total. Gerhana ini dapat disaksikan di seluruh wilayah di Tanah Air. Karenanya, kaum muslimin yang menyaksikan gerhana tersebut disyariatkan untuk mengerjakan shalat khusuf. Kaifiyahnya, memiliki sedikit perbedaan dari shalat pada umumnya. Karenanya perlu kami suguhkan lagi tulisan berkaitan dengan tata cara shalat gerhana ini.

Ini Dalilnya (19): Bolehkah Ngalap Berkah pada Selain Rasulullah?

[Segera Bangkit]
Masalah kelima: Seputar Tabarruk
Di penutup buku ini, saya tidak akan mengoreksi dalil-dalil yang disebutkan Novel tentang tabarruk para sahabat dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena semua dalil yang disebutkannya shahih, dan saya sependapat dengan siapa pun yang mengatakan bolehnya tabarruk dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam baik sewaktu hidup maupun sepeninggal beliau. Tapi ingat, tabarruk dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saja, bukan dengan selain beliau.[1]

Yang menjadi masalah ialah ketika ada orang yang membolehkan tabarruk dengan selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan cara mengqiyaskan orang lain tersebut dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana yang dilakukan oleh Novel di akhir pembahasannya, ia mengatakan (hal 147):

Kesimpulan
Saudaraku, dalam berbagai hadis yang kami kemukakan di atas jelas terlihat bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada para sahabat dan umatnya untuk mencari keberkahan para shalihin. Baik dalam diri, tempat, benda yang berhubungan dengan mereka, maupun amalan mereka. Beliau tidak pernah mengatakan bahwa para sahabat tersebut telah mengkultuskannya dan berbuat syirik. Semua ini menunjukkan bahwa tabarruk dengan diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta peninggalan para Rasul dan kaum shalihin merupakan bagian dari tauhid Islam.

Oleh karena itu, jika ada saudara kita sesama muslim yang berupaya untuk memperoleh keberkahan majlis, keberkahan kaum shalihin, dan keberkahan napak tilas dan peninggalan orang-orang saleh, janganlah kita menuduh mereka telah berbuat syirik. Sebab, apa yang mereka lakukan murni ajaran Islam dan upaya yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, dan penerus mereka.

Saya katakan, dalam kesimpulannya tersebut Novel telah membuat tiga kesalahan besar!  

Pertama: Rasulullah tidak pernah mengajarkan para sahabat dan umatnya untuk mencari keberkahan para shalihin baik dalam diri, tempat, dst. Bahkan ini merupakan kedustaan yang terang-terangan terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak satu pun dari dalil yang disebutkannya membolehkan hal tersebut. Kesimpulan ini tidak lain adalah hasil akal-akalannya semata, dia menqiyaskan ‘orang shalih’ dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas dimanakah letak persamaannya? Apakah ‘illah yang menyamakan antara keduanya hingga qiyas tersebut dapat diterima? Kemudian, masalah tabarruk bukanlah masalah ijtihadiyyah yang boleh ditetapkan dengan qiyas, apalagi qiyas yang ngawur bin serampangan seperti itu. Tabarruk adalah masalah ibadah yang harus pakai dalil yang shahih dan sharih, seperti yang berulang kali kami tegaskan
Kalau ia mengatakan bahwa ‘illah yang dimaksud ialah karena keduanya[2] sama-sama shalih, lantas apakah keshalihan Rasulullah bisa disamakan dengan selain beliau? Qiyas semacam ini adalah qiyas ma’al faariq, yakni menyamakan dua hal yang berbeda, alias qiyas yang batil.

Kedua; ia mengatakan bahwa: tabarruk dengan diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta peninggalan para Rasul dan kaum sholihin merupakan bagian dari tauhid Islam. Dalam perkataan ini ia telah mencampuradukkan antara yang haq dan yang batil. Tabarruk dengan diri Rasulullah dan peninggalan beliau memang dibolehkan. Hal ini jelas ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, sedangkan sepeninggal beliau, maka bagaimana seseorang bisa melakukannya? Adakah dia memiliki bukti bahwa apa yang diklaim sebagai peninggalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memang benar-benar peninggalan beliau, padahal antara dia dengan Rasulullah telah terpaut lebih dari 1400 tahun?

Intinya, mustahil bagi orang zaman ini untuk tabarruk dengan diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun peninggalan beliau kecuali satu hal, yaitu berpegang teguh dengan Sunnah beliau dan mencampakkan segala bentuk bid’ah, khurafat dan syirkiyyat[3], termasuk tabarruk-tabarruk yang tidak benar seperti ini.

Adapun tabarruk dengan diri dan peninggalan ‘orang shalih’, maka sama sekali bukan bagian dari ajaran ‘tauhid Islam’, akan tetapi itulah ‘tauhid Novel Alaydrus’ dan tauhid orang Sufi. Ajaran ini sengaja dipelihara agar kaum Ba’alawi[4] tetap dipandang keramat oleh masyarakat, diyakini membawa berkah bagi mereka, doanya mujarab, dan segudang penghormatan lainnya. Itulah salah satu bentuk kultus individu yang bertentangan dengan ‘tauhid Islam’. Buktinya, tidak ada seorang pun dari para sahabat yang bertabarruk dengan Abu Bakar Ash Shiddiq dan Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhuma maupun sahabat-sahabat agung lainnya. Padahal mereka adalah manusia paling shalih setelah para Nabi dan Rasul. Demikian pula para tabi’in, tidak seorang pun dari mereka yang ber-tabarruk dengan para sahabat. Kalaulah tabarruk dengan diri dan peninggalan selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sesuatu yang dibolehkan[5], pastilah mereka lebih dahulu melakukannya.

Lantas, bagaimana bentuk tabarruk yang benar dengan orang shalih?
Masalah tabarruk dengan orang shalih adalah masalah umum yang tidak bisa dihukumi kecuali jika diperinci. Jika yang dimaksud tabarruk dengan orang shalih adalah tabarruk dengan dzat mereka, keringat mereka, air bekas minum/wudhu mereka, pakaian mereka, tempat yang mereka singgahi, dsb maka hal ini adalah perkara yang batil. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat dan para salaf tidak pernah memerintahkan hal tersebut, dan sebagai orang beriman, kita diwajibkan mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam setiap perintah dan larangannya, yaitu dengan melaksanakan perintah beliau sebagaimana yang beliau lakukan dan perintahkan. Demikian pula dalam menyikapi setiap larangan, kita harus meninggalkan apa yang beliau tinggalkan dan beliau larang.

Kalau ada yang mengatakan: “Kami mendapat berkahnya Si Fulan” atau “Sejak Si Fulan datang kami mendapat berkah”, maka perkataan ini bisa benar bisa salah. Yang benar ialah jika maksudnya bahwa Si Fulan menunjukkan kami dan mengajari kami serta memerintahkan kami kepada yang ma’ruf dan melarang kami dari yang munkar, maka berkat mengikuti dan menaatinya kami mendapat banyak kebaikan seperti ini. Sebagaimana penduduk Madinah yang mendapat berkah saat kedatangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu ketika mereka beriman dan menaati beliau. Lalu berkat itu semua mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat. Demikian pula setiap mukmin yang beriman dan menaati beliau akan mendapat berkah karenanya. Ia akan mendapat banyak kebaikan di dunia dan akhirat yang hanya Allah yang tahu berapa besarnya.

Demikian pula jika yang dimaksud bahwa atas berkat doa dan keshalihan Si Fulan, Allah menolak kejahatan dari kita dan kita mendapat rezeki dan kemenangan, maka ini pun sesuatu yang haq. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّمَا يَنْصُرُ اللَّهُ هَذِهِ الْأُمَّةَ بِضَعِيفِهَا بِدَعْوَتِهِمْ وَصَلَاتِهِمْ وَإِخْلَاصِهِمْ

“Allah menolong umat ini tidak lain ialah karena orang-orang lemah diantara mereka, (yaitu) berkat doa, shalat dan keikhlasan mereka”.[6]

Jadi, yang dimaksud dengan berkahnya para wali Allah dan kaum shalihin itu ialah manfaat yang mereka berikan kepada umat lewat doa mereka untuk kebaikan kaum muslimin dan ajakan mereka agar manusia taat kepada Allah. Termasuk juga ketika Allah menurunkan rahmat-Nya atau menghindarkan siksa-Nya tersebab mereka, ini termasuk sesuatu yang haq dan memang ada. Inilah sebenarnya yang dimaksud dengan tabarruk dengan orang-orang shalih.[7]

Kesalahan besar ketiga ialah saat Novel mengatakan bahwa “mencari keberkahan majelis, keberkahan kaum sholihin, dan keberkahan napak tilas dan peninggalan orang-orang saleh… dst adalah murni ajaran Islam dan upaya yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, dan penerus mereka”. Jelas sekali di sini  bahwa Novel kembali mencampuradukkan antara tabarruk yang haq dengan yang batil, yang menujukkan kejahilannya akan hal tersebut. Kemudian ia melengkapi kejahilannya tadi dengan kedustaan yang diatas namakan ajaran Islam, dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Laa haula walaa quwwata illa billaah. Alangkah buruknya apa yang dilakukan Novel, lebih-lebih jika mengingat bahwa dirinya termasuk ahlul bait, padahal disebutkan dalam kitab: Al Masyra’ur Rawiy fie Manaqibi Aal Abi ‘Alawiy (1/58):
 
إن القبيح من أهل البيت أقبح منه في غيرهم، ولهذا قال العباس لابنه عبد الله – رضى الله عنهما -، يا بني! إن الكذب ليس بأحدٍ أقبح من هذه الأمة أقبح منه بي وبك وبأهل بيتك

“Suatu kejelekan yang berasal dari ahlul bait adalah lebih jelek jika dibandingkan dengan yang berasal dari selain mereka. Karenanya, Abbas berkata kepada Abdullah puteranya –semoga Allah meridhai mereka berdua-: “Wahai puteraku, sesungguhnya tidak ada kedustaan yang dilakukan seseorang dari umat ini, yang lebih jelek daripada kedustaan yang berasal dariku, darimu dan dari ahli baitmu”".

Sebagai penutup, kami akan menjelaskan secara singkat alasan dilarangnya tabarruk dengan diri orang shalih atau bekas-bekas peninggalannya sebagai berikut:
  1. Hal tersebut tidak pernah dilakukan oleh para sahabat maupun para salaf terhadap orang-orang shalih diantara mereka. Adapun tabarruk para sahabat dengan diri dan peninggalan Rasulullah maka hal tersebut khusus berlaku bagi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam saja, dan tidak boleh dikiaskan kepada selain beliau.
  2. Bila dibiarkan, hal ini akan membawa kepada syirik. Oleh karenanya, sebagai tindakan preventif hal ini harus dilarang.
  3. Keshalihan seseorang hanya bisa diketahui lewat wahyu mengingat letaknya di hati, sedangkan seseorang hanya bisa dinilai dari lahirnya. Padahal bisa saja seseorang kelihatan sebagai orang shalih tapi hatinya tidak seperti itu. Atau keadaannya berbalik menjelang matinya. Beda dengan orang yang dikabarkan oleh Allah sebagai orang-orang shalih yang telah diridhai-Nya, seperti para sahabat umpamanya. Mereka pasti benar-benar shalih, sebab Allah tidak mungkin mengabarkan sesuatu yang berbeda dengan kenyataannya, atau berubah setelah itu.
Karenanya, jika ada yang mengatakan: “Ini termasuk tabarruk dengan orang shalih”, kita katakan: “Ini hanya bersifat dugaan yang tidak dapat dipastikan. Sedangkan dugaan tidak boleh jadi landasan hukum dalam masalah seperti ini”.

Khatimah
Demikianlah sedikit penjelasan yang dapat penulis sampaikan. Penulis hanya berharap agar tulisan ini dapat difahami dengan baik dan benar oleh para pembaca, tanpa meninggalkan syubhat sedikit pun dalam hati mereka. Sungguh demi Allah, seandainya bukan karena tanggung jawab besar yang Allah pikulkan kepada orang yang diberi ilmu untuk menyampaikan yang haq sepahit apa pun resikonya, niscaya buku ini takkan pernah ada… kami mencintai Saudara Novel sebagai seorang muslim dan ahlul bait, akan tetapi kebenaran lebih kami cintai dari siapa pun juga, dan dialah yang harus dibela.
Kami yakin bahwa pasti ada di antara tulisan ini yang tidak enak dibaca oleh sebagian kalangan, oleh karenanya kami mohon maaf. Namun, sebagaimana kata Imam Syafi’i:
إِرْضَاءُ النَّاسِ غَايَةٌُ لاَ تُدْرَكُ

Menyenangkan semua orang adalah tujuan yang tak bisa dicapai.

Karenanya, cukuplah bagi seorang mukmin menghendaki Ridha Allah saja dan bersabar menghadapi kemarahan manusia. Bukankah orang sebaik Rasulullah saja dimusuhi sedemikian rupa? Bahkan dijuluki penyihir, gila, pendusta dan lain sebagainya? Mengapa beliau dimusuhi oleh mereka? Tak bukan ialah karena beliau membawa kebenaran.

Semoga Allah membukakan hati kita untuk menerima kebenaran tersebut dan mengamalkannya dengan baik. Ya Allah, tunjukkanlah yang haq sebagai yang haq dan jadikan kami orang yang mengikutinya; dan tunjukkanlah yang batil sebagai yang batil dan jadikan kami orang yang menjauhinya.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين.

Daftar Pustaka
  1. Al Qur’anul Kariem.
  2. Shahih Al Bukhari. Abu ‘Abdillah, Muhammad bin Isma’il Al Bukhari
  3. Shahih Muslim. Muslim ibnul Hajjaj Al Qusyairi An Nisaburi, tarqim: Muhammad Fuad Abdul Baqi, Maktabah Dahlan, Indonesia.
  4. Sunan Abu Dawud. Abu Dawud, Sulaiman ibnul Asy’ats As Sijistani Al Azdy. Tahqiq: Masyhur bin Hasan Aal Salman & Muhammad Nashiruddien Al Albany, cet.1, t.t, Maktabatul Ma’arif, Riyadh-Saudi Arabia.
  5. Sunan At Tirmidzi. Abu ‘Isa, Muhammad bin ‘Isa bin Saurah At Tirmidzi As Sulamy.
  6. Sunan Ibnu Majah. Abu ‘Abdillah, Muhammad bin Yazid ibnu Majah Al Qazweiny.
  7. Musnad Al Imam Ahmad. Abu ‘Abdillah, Ahmad ibnu Muhammad ibnu Hambal Asy Syaibany Al Baghdady, th. 1419/1998, Baitul Afkar Ad Duwaliyah, Riyadh-Saudi Arabia.
  8. Musnad Ath Thayalisi, Abu Dawud, Sulaiman bin Dawud Ath Thayalisi, tahqiq: DR. Muhammad Abdul Muhsin At Turki & Markaz Buhuts wa Dirasah Al ‘Arabiyyah wal Islamiyyah Daar Hajar, cet. 1, th. 1419/1999, Daar Hajar, Giza-Mesir.
  9. Sunan Ad Darimi. Abu Muhammad, ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman Ad Darimi At Tamimy.
  10. Al Mu’jamul Kabir. Abul Qasim, Sulaiman bin Ahmad Al Lakhmy, Ath Thabarany Asy Syafi’iy.
  11. Syarh Musykilil Aatsar. Abu Ja’far, Ahmad bin Muhammad bin Salamah Ath Thahawy, tahqiq: Abul Husein, Khalid Mahmud Ar Rabath, cet.1, th. 1420/1999, Daarul Balansiah, Riyadh-Saudi Arabia.
  12. Fathul Baari syarh Shahihil Bukhari. Ahmad bin ‘Ali ibnu Hajar Al Kinani Al ‘Asqalany.
  13. Tuhfatul Ahwadzi syarh Jaami’it Tirmidzi. Abdurrahman Al Mubarakfury.
  14. ‘Aunul Ma’bud syarh Sunan Abi Dawud. Syamsul Haq Al ‘Azhim Abady.
  15. Mukhtasar Iqtidha’is Shiratil Mustaqiem. Syaikhul Islam, Abul ‘Abbas, Ahmad bin ‘Abdil Halim bin Abdissalam ibnu Taimiyyah Al Harrani Al Hambaly. Ikhtisar: DR. Nashir bin ‘Abdil Kariem Al ‘Aql. Cet.1, th. 1419/1999, Daar Isybelia, Riyadh-Saudi Arabia.
  16. Jami’ul ‘Ulumi wal Hikam. Zainuddien, Abdurrahman bin Ahmad Ibnu Rajab Al Baghdady Al Hambaly. Tahqiq: Muhammad Khalaf Yusuf, Cet. Daarut Tauzi’ wan Nasyril Islamiyyah.
  17. At Tawassul Ahkaamuhu wa Anwaa’uhu, Muhammad Nashiruddien Al Albani, cet. 3, tt, Al Maktabul Islamy, Beirut-Lebanon.
  18. An Nihayah fi Gharibil Hadits wal Aatsar. Majduddien, Abus Sa’adaat Al Mubarak bin Muhammad ibnul Atsir Al Jazary, tahqiq: Thahir Ahmad Azzawy & Mahmud Muhammad Thanahy, th. 1399/1979, Al Maktabatul ‘Ilmiyyah, Beirut-Libanon.
  19. Al Qomus Al Muhith. Abu Thahir, Muhammad bin Ya’qub Asy Syirazi Al Fairuzabadi, cet. 9 th. 1424/2003. tahqiq: Maktab Tahqiqut Turath, Muassasah Ar Risalah, Beirut-Libanon.
  20. Lisaanul ‘Arab. Muhammad bin Mukram ibnu Mandhur Al Ifriqy Al Mishry, cet.1, Daar Shader, Beirut-Libanon.
  21. Taajul ‘Aruus Min Jawahiril Qomus. As Sayyid, Abul Faidh, Muhammad bin Muhammad bin Abdurrazzaq Al Husainy (Al Murtadha Az Zabidy).
  22. Tahdziebul Lughah. Abu Manshur, Muhammad ibnu Ahmad ibnul Azhar Al Azhary Al Harawy Asy Syafi’iy.
  23. At Ta’riefat. As Sayyid Asy Syarief  ‘Ali bin Muhammad Al Jurjani.
  24. Kitabul ‘Ain. Al Khalil bin Ahmad Al Farahidy.
  25. Syarh Al ‘Aqidah Ath Thahawiyyah. Ibnu Abil ‘Izz Al Hanafy, tahqiq: Ahmad Muhammad Syakir, cet. Wizarah Syu’un Al Islamiyyah, Saudi Arabia.
  26. Al Ihkam fi Ushulil Ahkam. Saifuddien, Abul Hasan Ali bin Abi Muhammad Ats Tsa’laby Al Aamidy Al Hambaly tsumma Asy Syafi’iy.
  27. Al Mankhul fi Ta’lieqatil Ushul. Abu Hamid Al Ghazali.
  28. Ma’alimut Tanziel (Tafsir Al Baghawy). Muhyis Sunnah, Abu Muhammad Al Husein bin Manshur Al Baghawy. Cet. 4, th. 1417/1997. tahqiq: Muhammad Abdullah An Namir, Utsman Jum’ah Dhumeiriyyah & Sulaiman Muslim Al Harasy. Darut Taybah lin Nasyri wat Tauzi’, Riyadh-Saudi Arabia.
  29. Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an (Tafsier At Thabary). Abu Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yazin Al Aamily At Thabary. Cet.1, th. 1420/2000, tahqiq: Ahmad Muhammad Syakir, Muassasah Ar Risalah, Beirut-Libanon.
  30. Tafsier Ibnu Katsier. Abul Fida’ Ismail ibnu ‘Umar ibnu Katsier Al Qurasyi, cet. 2, th. 1420/1999, tahqiq: DR. Sami bin Muhammad Salamah, Dar Taybah lin Nasyri wat Tauzi’, Riyadh – Saudi Arabia
  31. Silsilah Al Ahadietsus Shahihah. Abu ‘Abdirrahman, Muhammad Nashiruddien Al Albany.
  32. Silsilah Al Ahadietsud Dha’iefah. Abu ‘Abdirrahman, Muhammad Nashiruddien Al Albany.
  33. Shahih wa Dha’if Sunan At Tirmidzi, Abu ‘Abdirrahman, Muhammad Nashiruddien Al Albany.
  34. Shahih wa Dha’if Sunan Ibni Majah, Abu ‘Abdirrahman, Muhammad Nashiruddien Al Albany.
  35. Dhilaalul Jannah Takhriej Ahaadiets As Sunnah, Abu ‘Abdirrahman, Muhammad Nashiruddien Al Albany.
  36. Shifatu Shalaatin Nabiyyi, Abu ‘Abdirrahman, Muhammad Nashiruddien Al Albany.
  37. Irwa’ul Ghalil takhrij Ahaadiets Manaaris Sabiel, Abu ‘Abdirrahman, Muhammad Nashiruddien Al Albany.
  38. Zaadul Ma’aad. Al Hafizh Ibnul Qayyim Al Jauziyyah, Muhammad bin Abi Bakr bin Ayyub bin Sa’ad Ad Dimasyqi.
  39. I’laamul Muwaqqi’ien. Al Hafizh Ibnul Qayyim Al Jauziyyah, Muhammad bin Abi Bakr bin Ayyub bin Sa’ad Ad Dimasyqi.
  40. Al Wajiez fi ‘Aqiedatu As Salafis Shalih Ahlissunnah wal Jama’ah. Abdullah bin ‘Abdil Hamid Al Atsary, muraja’ah: Shaleh bin Abdil ‘Aziz Alu Syaikh, cet.1, th. 1422, Wizaratu Syu’unil Islamiyyah wad Da’wah wal Irsyad, Saudi Arabia.
  41. Syarhus Sunnah. Muhyis Sunnah, Abu Muhammad Al Husein bin Manshur Al Baghawy
  42. Al Bida’u wan Nahyu ‘Anha. Abu ‘Abdillah, Muhammad Ibnu Wadhdhah bin Bazie’ Al Marwany. Tahqiq: Muhammad Ahmad Dahman, th. 1411 Darus Shafa.
  43. Syarh Ushulu I’tiqad Ahlissunnah wal Jama’ah. Abul Qasim, Hibatullah ibnul Hasan bin Manshur Al Laalaka-i Asy Syafi’iy.
  44. Al I’tisham. Abu Ishaq, Ibrahim bin Musa Asy Syathiby.
  45. Lum’atul I’tiqad, Ibnu Qudamah Al Maqdisy, cet.2, th 1420/2000, Wizaratu Syu’unil Islamiyyah, Saudi Arabia.
  46. Kitaabul ‘Ubuudiyyah, Syaikhul Islam, Abul ‘Abbas Ahmad bin Abdil Halim bin Abdissalaam ibnu Taimiyyah Al Harrani Al Hambaly.
  47. Nailul Authar, Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukany.
  48. Asy Syifa bita’rief Huquuqil Musthafa. Al Qadhi Abul Fadhel ‘Iyadh Al Yahshuby, th. 1409/1988, Daarul Fikr, Beirut-Libanon.
  49. Wafayaatul A’yaan. Syamsuddien, Abul ‘Abbas, Ahmad bin Muhammad bin Abi Bakr ibnu Khallikan, tahqiq: Ihsan ‘Abbas, Daar Shader, Beirut-Libanon.
  50. Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam Ibni Taimiyyah, Taqiyyuddien Abdul Halim bin Abdissalaam bin Taimiyyah Al Harrani Al Hambaly, dikumpulkan oleh: Abdurrahman bin Qasim dkk, tahqiq: Anwar Al Baz & Amir Al Jazzar, cet.3, th. 1426/2005, Daarul Wafa’.
  51. Tadzkiratul Huffazh, Abu Abdillah, Muhammad bin Ahmad Adz Dzahabi, tashih: Wizaratul Ma’arif Al Hukumiyyah Al Hindiyyah, Daar Ihya’ Turats Al ‘Araby.
  52. Tahdziebul Kamaal fi Asmaa’ir Rijaal, Jamaluddien Abul Hajjaj Yusuf Al Mizzy, tahqiq: DR. Basyar ‘Awwad Ma’rouf, cet.4, th. 1406/1985. Muassasah Ar Risalah, Beirut-Libanon.
  53. Tahdziebut Tahdzieb, Syihabuddien, Ahmad bin ‘Ali ibnu Hajar Al ‘Asqalany Asy Syafi’iy, cet.1, th. 1404/1984. Daarul Fikr.
  54. Taqriebut Tahdzieb, Syihabuddien, Ahmad bin ‘Ali ibnu Hajar Al ‘Asqalany Asy Syafi’iy, tahqiq: Musthafa Abdul Qadir ‘Atha, cet. 1, th. 1413/1993. Daarul Kutubil ‘Ilmiyyah, Beirut-Libanon.
  55. Kitabul Majruhien, Abu Hatim Muhammad ibnu Hibban Al Busty.
  56. Al Kamil fi Dhu’afaa-ir Rijaal, Al Imam Abu Ahmad, Abdullah ibnu ‘Adiy Al Jurjani, tahqiq: DR. Suhail Zakkar & Yahya Mukhtar Ghazawy, Daarul Fikr, Beirut-Libanon.
  57. Mudzakkirah fi Ushulil Fiqh. Muhammad Al Amin Asy Syinqithy, cet.5, th 1422/2001, Maktabatul ‘Ulum wal Hikam, Madinah Al Munawwarah-Saudi Arabia.
  58. Al Bahrul Muhith. Badruddien Muhammad bin ‘Abdillah Az Zarkasyi Al Mishry Asy Syafi’iy.
  59. Qawa’id fi Ma’rifatil Bida’. DR. Muhammad bin Husein Al Jezany.
  60. Syarh Al Bahjatil Wardiyyah. Abu Yahya, Zakaria bin Muhammad bin Ahmad Al
  61. Siyaru A’laamin Nubala’. Abu Abdillah, Muhammad bin Ahmad Adz Dzahabi, th.2004, tartib: Hassan Abdul Mannan, Baitul Afkar Ad Duwaliyyah, Beirut-Libanon.
  62. Al Inshaf fiema Qiela fi Maulidin Nabiyyi Minal Ghuluwwi wal Ijhaaf. Abu Bakr Jabir Al Jazairy, cet.1, th.1405, Ar Riasatul ‘Aammah li Idaratil Buhutsil ‘Ilmiyyah wal Ifta’ wad Da’wah wal Irsyad, Saudi Arabia.
  63. Al Qomus Al Fiqhy Lughatan Wasthilaahan. DR. Sa’dy Abu Habib, cet.2. th. 1408/1988, Daarul Fikr, Damaskus-Syiria.
  64. Taariekh Dimasyq. Abul Qasim Ibnu ‘Asakir, ‘Ali ibnul Hasan bin Hibatullah Asy Syafi’iy, tahqiq: ‘Ali Syeiry, cet.1, th. 1419/1998, Darul Fikr, Beirut-Libanon.
  65. Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab. Muhyiddien Abu Zakaria, Yahya bin Syaraf An Nawawi, t.t, Darul Fikr.
  66. Hilyatul Auliya’. Al Hafizh Abu Nu’aim, Ahmad bin Abdillah bin Ishaq Al Ashbahany.
  67. Haadzihi Mafaahimuna, Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Aalusy Syaikh.
  68. Qaa’dah Jalielah fie At Tawassul wal Wasielah, Taqiyyuddien Abdul Halim bin Abdussalaam bin Taimiyyah.
  69. Ar Risaalah. Abu ‘Abdillah, Muhammad bin Idris Asy Syafi’iy Al Muththaliby, tahqiq: Ahmad Muhammad Syakir, th. 1358/1939, Al Maktabatul ‘Ilmiyyah, Beirut-Libanon.
  70. Anwaarul Buruq fi Anwa’il Furuq. Syihabuddien, Abul ‘Abbas Ahmad bin Idris Al Qarafy.
  71. Syarh Al Kaukabul Munier. Al Futuhy.
  72. Al Ibanatul Kubra. Ibnu Batthah, Abu ‘Abdillah Ubeidullah bin Muhammad Al ‘Ukbury.
  73. Syu’abul Iman. Al Hafizh Abu Bakr, Ahmad ibnul Husein bin ‘Ali Al Baihaqy Asy Syafi’iy.
  74. Tahqiequl Farqi bainal ‘Aamili bi’ilmihi wa Ghairih, Abdurrahman bin ‘Ubeidillah As Saqqaf, tahqiq: ‘Alawi bin ‘Abdil Qadir As Saqqaf, cet. 1, 1426/2005.
  75. Kamus Kontemporer. Atabik Ali & Ahmad Zuhdi Muhdlor, cet.2 1997, Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta-Indonesia.
  76. Kamus Al Munawwir. Ahmad Warson Munawwir, cet. 14, Januari 1997, Pustaka Progressif, Surabaya-Indonesia.
  77. Mana Dalilnya. Novel bin Muhammad Alaydrus, cet.3, Maret 2005, Taman Ilmu, Solo-Indonesia.
  78. Mana Dalilnya 2. Novel bin Muhammad Alaydrus, cet.1, April 2006, Taman Ilmu, Solo-Indonesia.
  79. Jalan Nan Lurus, Sekilas Pandang Tarekat Bani ‘Alawi, Novel bin Muhammad Alaydrus, cet.1, Agustus 2006, Taman Ilmu, Solo-Indonesia.
Maraji’ Multimedia:
  1. Al Makatabah Asy Syaamilah, vol. 3.8.
  2. Mausu’ah Al Hadeeth Asy Syarief, vol. 2.1, Harf Information Technology, Mesir.
  3. Mausu’ah Al Hadeeth Asy Syarief, vol. 8.0, Elariss for Computer, Libanon.
  4. Al Munadharatul Kubra bainas Salafiyyah wa Mukhalifieha, Asy Syaikh ‘Adnan ‘Ar’ur (vcd).
  5. Syarh Qawa’id fi Ma’rifatil Bida’, Syaikh DR. Muhammad Husein Al Jezany (kaset tape).
  6. Syarh Qawa’id fil buyu’, Syaikh DR. Sulaiman bin Salimullah Ar Ruhaily.
  7. Program Mushaf Rasmul ‘Utsmani.
  8. Terjemahan Al Qur’an (versi Departemen Agama RI).
Penulis: Ustadz Abu Hudzaifah Al Atsary, Lc
Mahasiswa Magister ‘Ulumul Hadits wad Dirosah Islamiyah Univ. Islam Madinah

[1] Sebab memang banyak sekali dalil yang menunjukkan hal tersebut. Bahkan jauh lebih banyak dari yang disebutkan oleh Novel sendiri.
[2] Yakni Rasulullah dan orang shalih yang dimaksud.
[3] Artinya hal-hal yang berbau syirik.
[4] Yaitu mereka yang mengaku anak-cucu Ali bin Abi Thalib alias Ahlul bait. Mayoritas dari mereka yang ada di Hadramaut, Indonesia dan berbagai belahan dunia lain sayangnya telah banyak terpengaruh oleh ajaran tasawuf. Bahkan Novel mengakui bahwa kaumnya adalah penganut salah satu tarekat sufi, yaitu dalam bukunya ‘Jalan nan Lurus, sekilas pandang tarekat Bani ‘Alawi’.
[5] Apalagi jika termasuk bagian tauhid Islam seperti anggapan Novel.
[6] HR. Nasa’i no 3178, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani.
[7] Demikian yang dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Lihat: Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah 11/113-114.

Benarkah Nusantara Telah Dikenal di Jaman Nabi?

[Segera Bangkit]
Benarkan pulau Sumatra telah dikenal oleh Rasulullah saw semasa hidup, serta telah dilalui dan disinggahi para pedagang dan pelaut Arab di masa itu? Pernyataan ini diungkap Prof. Dr. Muhammad Syed Naquib al-Attas di buku terbarunya “Historical Fact and Fiction”.
Kesimpulan Al-Attas ini berdasarkan inductive methode of reasoning. Metode ini, ungkap al-Attas, bisa digunakan para pengkaji sejarah ketika sumber-sumber sejarah yang tersedia dalam jumlah yang sedikit atau sulit ditemukan, lebih khusus lagi sumber-sumber sejarah Islam dan penyebaran Islam di Nusantara memang kurang.

Ada dua fakta yang al-Attas gunakan untuk sampai pada kesimpulan di atas.

Jumat, 09 Desember 2011

Aku Belum Mengetahui Arti “Diriku Seorang Hamba!”

[Segera Bangkit]
Semua sepakat bahwa moral bangsa adalah modal pembangunan. Jika moral bangsa telah rusak, maka kehancuran di ambang pintu. Yang bermoral dari mereka adalah yang tidak melupakan nilai-nilai kehambaan yang senantiasa memberikan nuansa-nuansa kehidupan. Di dalam kehambaan tersimpan aset kehidupan yang luar biasa, yang jika diaplikasikan secara benar dan tepat, ia mampu dengan sendirinya mendobrak nilai-nilai negatif, seperti: kriminalitas, ketimpangan sosial dan dekadensi moral.

Kita semua hamba, tetapi boleh jadi ada di antara kita yang belum memahami makna kehambaan itu sendiri. Olehnya itu, mari bersama-sama menelaah fitrah ini sebagaimana berikut!

Kamis, 08 Desember 2011

Ini Dalilnya (18): Istighatsah ala Jahiliyah

[Segera Bangkit]
Masalah Keempat: Seputar Istighatsah

Definisi istighatsah ala jahiliyah
Pembaca yang budiman, sungguh mengherankan memang, ketika orang yang hidup di abad 21 dengan berbagai kemajuan IPTEK-nya masih berpikir ala jahiliyah. Masih mending jika keyakinan tersebut berangkat dari kebodohan karena ia tinggal di tengah hutan belantara, atau di daerah terpencil yang tak pernah mengenyam pendidikan. Namun jika ia mengaku ‘terpelajar’ dan masih mempercayai takhayul bahkan mengajak orang kepada hal tersebut, maka orang ini perlu kita waspadai. Pasti ada udang di balik batu! Saya sudah berusaha untuk husnuzhan terhadap Novel dari awal buku ini. Akan tetapi, setelah membaca masalah istighatsah di akhir bukunya, saya terbakar rasa cemburu. Cemburu akibat dilanggarnya hak-hak Allah atas nama syariat! Coba perhatikan bagaimana si Qubury ini mendefinisikan istighatsah (hal128):

Rabu, 07 Desember 2011

Konferensi Media Islam Akan Deklarasikan Kode Etik Jurnalis Muslim

[Segera Bangkit]
Indonesia akan menjadi tuan rumah Konferensi Media Islam Internasional ke-2. Konferensi ini akan dilangsungkan pada 13-15 Desember mendatang di Hotel Sultan Jakarta, dan rencananya bakal dihadiri sekitar 400 peserta dari negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan juga negara non anggota OKI. Konferensi ini diharapkan bisa memberi keseimbangan informasi mengenai Islam dan masyakarat Muslim di seluruh dunia.

Konferensi akan menghadirkan 20 pembicara utama (keynote speaker) dari berbagai negara termasuk Indonesia seperti Prof DR Azyumardi Azra, Prof DR Komaruddin Hidayat, DR Alwi Dahlan dan Parni Hadi. Dijadwalkan konferensi ini akan dibuka oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Sedangkan untuk penutupannya dijadwalkan kehadiran wakil presiden.

Selasa, 06 Desember 2011

Indonesia, Harapan Itu Kian Nyata

Segera Bangkit
Sunnatullah pergiliran akan berjalan, roda kehidupan terus bergerak, setelah jalan mendaki ada jalan menurun. Itulah posisi Indonesia saat ini, perubahan tidak ada yang sekejap mata kecuali yang dilakukan oleh Jin iprit pada masa nabi Sulaiman. Perubahan ditandai oleh perubahan-perubahan kecil. Signal yang menunjukkan perubahan Negeri ibu pertiwi sudah banyak terlihat, sedikit demi sedikit waktu akan menjawabnya dan kita akan menjemputnya bukan menunggu.

Ini Dalilnya (17): Antara Tawassul yang Dibolehkan dan yang Terlarang

 Segera Bangkit
Tawassul Para Sahabat Dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
Dalam pembahasan ini, Novel kembali memakai cara lamanya dalam berdalil… lagi-lagi ia berdalil dengan hadits yang tidak mengarah ke permasalahan. Hadits tersebut terkenal dengan istilah “hadietsul a’ma” (haditsnya Si orang buta). Novel mengatakan (hal 122-123): Dalam Sunan Tirmidzi disebutkan bahwa Utsman bin Hunaif berkata, “Ada seorang lelaki tuna netra datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meminta beliau untuk mendoakannya agar dapat melihat kembali. Pada saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan dua pilihan kepadanya, yaitu didoakan sembuh atau bersabar dengan kebutaannya tersebut. Tetapi, lelaki itu bersikeras minta didoakan agar dapat melihat kembali. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian memerintahkannya untuk berwudhu dengan baik kemudian membaca doa berikut:

Kamis, 01 Desember 2011

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:


يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ


“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.


c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.


Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا


“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)


بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)


d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:


الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ


“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)


e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ


” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.


Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) 

Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat


Rasulullah saw bersabda:


يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى


“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah


Rasulullah saw bersabda:


مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ


“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:


مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ


“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :


أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ


“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:


أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله


“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur


a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:


مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ


“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar


a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)


Rasulullah saw bersabda:


مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ


“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:


وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ


“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.


7. Agenda sebelum Maghrib


a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa


Rasulullah saw bersabda:


الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ


“Doa adalah ibadah”


8. Agenda setelah terbenam matahari


a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid


Rasulullah saw bersabda:


مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً


“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya


a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran


Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.



Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Kekuatan di balik Kesederhanaan

Segera Bangkit
Poin lain dari sepuluh hikmah kesederhanaan Mekkah adalah tidak ada pemerintahan terpusat, ini yang ketiga. Yang ada hanyalah sebuah majelis yang terdiri dari 10 dewan yang mewakili 10 suku Arab seperti demokrasi. Dan masih ada beberapa sistem sosial politik buatan mereka sendiri yang pada dasarnya mempunyai sisi kebaikan. Misalnya sistem Jiwâr, saat seseorang menjamin keselamatan yang lain. Sehingga jika yang terjamin itu diganggu maka ia akan menghadapinya.

Rasulullah memanfaatkan sistem ini untuk kepentingan dakwah Islam, sehingga beliau mengambil Mut’im bin Adiy yang kafir untuk menjamin keselamatannya. Namun partisipasi Rasulullah ini bukan tanpa batas. Selama semua sistem buatan manusia itu tidak merangsek pagar halaman Islam, Rasulullah memanfaatkannya.

Tawassul, Ibadah Agung yang Banyak Diselewengkan (4)

Segera Bangkit
Pengaruh positif memahami dan mengamalkan tawassul dengan benar
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan faidah yang agung ini di sela-sela penjelasan beliau tentang kaidah-kaidah dalam memahami tawassul yang benar dan sesuai dengan syariat Islam, beliau berkata, “Sesungguhnya, kaidah-kaidah ini berkaitan erat dengan penetapan tauhid (mengesakan Allah Ta’ala dalam beribadah) dan peniadaan unsur kesyirikan serta sikap ghuluw (melampaui batas dalam agama). (Sehingga jika) semakin diperinci keterangannya dan semakin jelas penyampaiannya, maka sungguh yang demikian itu adalah nuurun ‘ala nuur (cahaya di atas cahaya), dan Allah Dialah tempat meminta pertolongan.” (Kitab Qaa’idatun Jaliilah fit Tawassuli wal Wasiilah” (hal. 244).

Tawassul, Ibadah Agung yang Banyak Diselewengkan (3)

Segera Bangkit
2. Tawassul yang dilarang (dalam Islam) adalah tawassul yang tidak ada asalnya dalam agama Islam dan tidak ditunjukkan dalam dalil al-Quran maupun hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yaitu ber-tawasssul kepada Allah Ta’ala dengan sarana yang tidak ditetapkan dalam syariat Islam.
Tawassul ini juga ada beberapa macam:

A- Tawassul dengan orang yang sudah mati dan berdoa kepadanya selain Allah Ta’ala. Ini termasuk perbuatan syirik besar yang bisa menjadikan pelakunya keluar dari Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لا يَنْفَعُكَ وَلا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ

Dan janganlah kamu menyeru (memohon) kepada sembahan-sembahan selain Allah yang tidak mampu memberikan manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu; sebab jika kamu berbuat (yang demikian itu), maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim (musyrik).” (QS. Yuunus: 106).

Tawassul, Ibadah Agung yang Banyak Diselewengkan (2)

Segera Bangkit
Pembagian tawassul
Secara garis besar, tawassul terbagi menjadi dua, yaitu tawassul yang disyariatkan (tawassul yang benar) dan tawassul yang dilarang (tawassul yang salah) [lihat rincian pembagian ini dalam Kutubu wa Rasa-il Syaikh Muhammad bin Shaleh al-'Utsaimin (79/1-5) dan kitab Kaifa Nafhamut Tawassul (hal. 4 -14), tulisan Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu).

1. Tawassul yang disyariatkan adalah tawassul yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam al-Quran (dalam ayat tersebut di atas) dan dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta diamalkan oleh para shahabatradhiallahu ‘anhum (lihat kitab Kaifa Nafhamut Tawassul, hal. 4). Yaitu ber-tawasssul kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sarana yang dibenarkan (dalam agama Islam) dan menyampaikan kepada tujuan yang diinginkan (mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala) [Kutubu wa Rasa-il syaikh Muhammad bin Shaleh al-'Utsaimin (79/1)].
Tawassul ini ada beberapa macam:

A- Tawassul dengan nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Mahaindah, inilah yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya,

وللهِ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا

Dan Allah mempunyai al-asma-ul husna (nama-nama yang Mahaindah), maka berdoalah kepada-Nya dengan menyebut al-asma-ul husna itu.” (QS. al-A’raaf: 180).

Artinya: berdoalah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya yang Mahaindah sebagai wasilah (sarana) agar doa tersebut dikabulkan-Nya (lihat kitab At-Tawassulu Anwaa’uhu wa Ahkaamuhu, hal. 32).

Tawassul ini disebutkan dalam banyak hadits yang shahih, di antaranya dalam doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi orang yang ditimpa kesedihan dan kegundahan, “Aku memohon kepada-Mu (ya Allah) dengan semua nama (yang Mahaindah) yang Engkau miliki, yang Engkau namakan diri-Mu dengannya, atau yang Engkau ajarkan kepada salah seorang dari hamba-Mu, atau yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau yang Engkau khususkan (bagi diri-Mu) pada ilmu gaib di sisi-Mu, agar Engkau menjadikan al-Quran sebagai penyejuk hatiku, cahaya (dalam) dadaku, penerang kesedihanku dan penghilang kegundahanku.” [HR. Ahmad (1/391), Ibnu Hibban (no. 972) dan al-Hakim (no. 1877), dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, al-Hakim, Ibnul Qayyim dalam Syifa-ul ‘Aliil (hal. 274) dan Syaikh al-Albani dalam Ash-Shahiihah (no. 199)].

B- Tawassul dengan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna, sebagaimana doa Nabi Sulaiman ‘alaihissalam dalam al-Quran,

وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِين

Dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shaleh.” (QS. an-Naml: 19).

Juga dalam doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ya Allah, dengan pengetahuan-Mu terhadap (hal yang) gaib dan kemahakuasaan-Mu untuk menciptakan (semua makhluk), tetapkanlah hidupku selama Engkau mengetahui kehidupan itu baik bagiku, dan wafatkanlah aku jika selama Engkau mengetahui kematian itu baik bagiku.” [HR. an-Nasa-i (no. 1305 dan 1306), Ahmad (4/264) dan Ibnu Hibban (no. 1971), dinyatakan shahih oleh Imam Ibnu Hibban dan Syaikh al-Albani].

C- Tawassul dengan beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana doa hamba-hamba-Nya yang shaleh dalam al-Quran,

رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلإيمَانِ أَنْ آمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الأبْرَارِ

Wahai Rabb kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu), ‘Berimanlah kamu kepada Rabb-mu.’; maka kamipun beriman. Wahai Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti.” (QS. Ali ‘Imran: 193).

D- Tawassul dengan kalimat tauhid, sebagaimana doa Nabi Yunus ‘alaihissalam dalam al-Quran,

وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ. فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ

Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru (berdoa kepada Allah) di kegelapan, ‘Laa ilaaha illa anta (Tidak ada sembahan yang benar selain Engkau), Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.’ Maka Kami memperkenankan doanya dan menyelamatkannya daripada kedukaan. Dan demikanlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (QS. al-Anbiyaa’: 87-88).

Dalam hadits yang shahih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjamin pengabulan doa dari Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi orang yang berdoa kepada-Nya dengan doa ini (HR. at-Tirmidzi, no. 3505 dan Ahmad, 1/170, dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani).

E- Tawassul dengan amal shaleh, sebagaimana doa hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang shaleh dalam al-Quran,

رَبَّنَا آمَنَّا بِمَا أَنزلْتَ وَاتَّبَعْنَا الرَّسُولَ فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ

Wahai Rabb kami, kami beriman kepada apa (kitab-Mu) yang telah Engkau turunkan dan kami mengikuti (petunjuk) rasul, karena itu masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang tauhid dan kebenaran agama-Mu).” (QS. Ali ‘Imran: 53).

Demikian pula yang disebutkan dalam hadits yang shahih, kisah tentang tiga orang shaleh dari umat sebelum kita, ketika mereka melakukan perjalanan dan bermalam dalam sebuah gua, kemudian sebuah batu besar jatuh dari atas gunung dan menutupi pintu gua tersebut sehingga mereka tidak bisa keluar, lalu mereka berdoa kepada Allah dan ber-tawassul dengan amal shaleh yang pernah mereka lakukan dengan ikhlas kepada Allah, sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian menyingkirkan batu tersebut dan merekapun keluar dari gua tersebut [Hadits shahih riwayat al-Bukhari (no. 2152) dan Muslim (no. 2743)].

F- Tawassul dengan menyebutkan keadaan dan ketergantungan seorang hamba kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana dalam doa Nabi Musa ‘alaihissalam dalam al-Quran,

رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنزلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ

Wahai Rabb-ku, sesungguhnya aku sangat membutuhkan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” (QS. al-Qashash: 24).

Juga doa Nabi Zakaria ‘alaihissalam,

رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا. وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَرَائِي وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا

Wahai Rabb-ku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, wahai Rabb-ku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari Engkau seorang putera.” (QS. Maryam: 4-5).

G- Tawassul dengan doa orang shaleh yang masih hidup dan diharapkan terkabulnya doanya. Sebagaimana yang dilakukan oleh para shahabat radhiallahu ‘anhum di masa hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti perbuatan seorang Arab dusun yang meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar berdoa kepada Allah Ta’ala memohon diturunkan hujan, ketika beliau sedang berkhutbah hari Jumat, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa meminta hujan, lalu hujanpun turun sebelum beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam turun dari mimbar [Hadits shahih riwayat al-Bukhari (no. 968) dan Muslim (no. 897)].

Kemudian setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, para shahabat radhiallahu ‘anhum tidak meminta kebutuhan mereka kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan datang ke kuburan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena mereka mengetahui perbuatan ini dilarang keras dalam Islam. Akan tetapi, yang mereka lakukan adalah meminta kepada orang shaleh yang masih di antara mereka untuk berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Seperti perbuatan shahabat yang mulia Umar bin khattab radhiallahu ‘anhu di zaman kekhalifahan beliau radhiallahu ‘anhu, jika manusia mengalami musim kemarau, maka beliau berdoa kepada Allah Ta’ala dan ber-tawassul dengan doa paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib radhiallahu ‘anhu. Umar radhiallahu ‘anhu berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya dulu kami selalu ber-tawassul kepada-Mu dengan (doa) Nabi kami shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu Engkau menurunkan hujan kepada kami, dan (sekarang) kami ber-tawassul kepada-Mu dengan (doa) paman Nabi kami shallallahu ‘alaihi wa sallam (‘Abbas radhiallahu ‘anhu), maka turunkanlah hujan kepada kami.” Lalu hujanpun turun kepada mereka (Hadits shahih riwayat al-Bukhari, no. 964 dan 3507).

Demikian pula perbuatan shahabat yang mulia, Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhu di masa pemerintahan beliau radhiallahu ‘anhu. Ketika terjadi musim kemarau, Mu’awiyah radhiallahu ‘anhu bersama penduduk Damaskus bersama-sama melaksanakan shalat istisqa’ (meminta hujan kepada Allah Ta’ala). Ketika Mu’awiyah telah naik mimbar, beliau berkata, “Dimanakah Yazid bin al-Aswad al-Jurasyi?” Maka orang-orangpun memanggilnya, lalu diapun datang melewati barisan manusia, kemudian Mu’awiyah menyuruhnya untuk naik mimbar dan beliau sendiri duduk di dekat kakinya dan beliau berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya hari ini kami meminta syafa’at kepada-Mu dengan (doa) orang yang terbaik dan paling utama di antara kami, ya Allah, sesungguhnya hari ini kami meminta syafa’at kepada-Mu dengan (doa) Yazid bin al-Aswad al-Jurasyi,” wahai Yazid, angkatlah kedua tanganmu (untuk berdoa) kepada Allah!” Maka, Yazidpun mengangkat kedua tangannya, demikian pula manusia mengangkat tangan mereka. Tak lama kemudian muncullah awan (mendung) di sebelah barat seperti perisai dan anginpun meniupnya, lalu hujan turun kepada kami sampai-sampai orang hampir tidak bisa kembali ke rumah-rumah mereka (karena derasnya hujan) [Atsar riwayat Ibnu 'Asakir dalam Tarikh Dimasq (65/112) dan dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani dalam kitab At-Tawassulu Anwaa'uhu wa Ahkaamuhu (hal. 45)].

-bersambung insya Allah-